-TEORY EFEK KOMUNIKASI MASSA- -TEORY PERS- -CYBER CRIME & CYBER LAW



KATA PENGANTAR


Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT Yg Telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, serta senantiasa memberikan kesehatan kemampuan dan kekuatan kepada penulis untuk dapat menyelesainkan tugas ini.
Dalam menyelesaian tugas penulis berusaha semaksimal mungkin agar tulisan ini dapat mencapai kesempurnaan, namun sebagai hambah Allah SWT yang menyadari sepenuhnya atas segala kekurangan, kehilafan dan kesalahan. Olehnya itu, penulis menerima kritikan dan saran dari semua pihak dalam penyempurnaan tugas ini. Semoga apa yang terdapat dalam penulisan tugas ini dapat bermanfaat bagi pembaca utamanya bagi kami sendiri dalam pengembangan pengetahuan di masa yang akan datang dan segalanya bernilai ibadah disisi Allah SWT, Amin.


                                                                       
                                                           
   Gorontalo,  19  November  2016
                                                                              
                                        Penulis





DAFTAR ISI





BAB I

PENDAHULUAN


Kerangka teori adalah uraian tentang dasar teori atau model yang digunakan sebagai acuan penelitian. Kerangka teori dimaksudkan untuk memberi batasan-batasan tentang teori-teori yang akan digunakan sebagai landasan penelitian yang akan dilakukan.                                                       Menurut Kerlinger (dalam Suharimin, 1991: 62) Teori adalah himpunan konsep atau konstruk, definisi dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala menjabarkan relasi di antara variabel untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut”.                                                Dapat diterangkan bahwa proses komunikasi mempengaruhi komunikan dalam hal ini khalayak melalui televisi. Dengan demikian televisi sebagai salah satu media massa membawa pengaruh yang mengakibatkan perubahan terhadap sikap dan perilaku khalayak.
Perkembangan teknologi telah membawa kita pada era komunikasi massa sejak ditemukannya mesin cetak Guttenberg yang memungkinkan diproduksinya buku-buku secara massal sampai mencapai puncaknya setelah ditemukannya internet.
Namun demikian, komunikasi massa tetap menjadi sebuah perwujudan dari perkembangan zaman yang seharusnya dilihat dan dijaga agar tetap selalu berefek positif sesuai dengan fungsi dari komunikasi massa itu sendiri.







.


1.      Teori Efek  Komunikasi Massa ?
2.      Apa Itu Teori Pers ?
3.      Apa Itu Cyber Crime & Law ?
4.      Apa Itu Budaya Masa & Budaya Populer ?






1.      Untuk mengetahui teori efek komunikasi massa
2.      Mengetahui Teori Pers
3.      Untuk mengetahui Cyber Crime & Law
4.      Untuk mengetahui Budaya Masa & Populer







BAB II

PEMBAHASAN


2.1  Teori Difusi Inofasi


Teori Difusi Inovasi pada dasarnya menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari sistem sosial. Hal tersebut sejalan dengan pengertian difusi dari Rogers (1961), yaitu “as the process by which an innovation is communicated through certain channels over time among the members of a social system.” Lebih jauh dijelaskan bahwa  difusi adalah suatu bentuk komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan penyebaranan pesan-pesan yang berupa gagasan baru, atau dalam istilah Rogers (1961) difusi menyangkut “which is the spread of a new idea from its source of invention or creation to its ultimate users or adopters.” 
Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen pokok, yaitu:





1.      Inovasi; gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali.
2.      Saluran komunikasi; alat untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidakperlu memperhatikan (a) tujuan diadakannya komunikasi dan (b) karakteristik penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal.
3.      Jangka waktu; proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam (a) proses pengambilan keputusan inovasi, (b) keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat dalammenerima inovasi, dan (c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.
4.      Sistem sosial; kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama   



2.2  Teori Dependensi Efek Komunikasi Massa


            Teori ini dikembangkan oleh Sandra Ball-Rokeachdan Melvin L. DeFluer (1976), yang memfokuskan pada kondisi struktural suatu masyarakat yang mengatur kecenderungan terjadinya suatu efek media massa. Teori ini berangkat dari sifat masyarakat modern, dimana media massa diangap sebagai sistem informasi yang memiliki peran penting dalam proses memelihara, perubahan, dan konflik pada tataran masyarakat,kelompok, dan individu dalam aktivitas sosial. Secara ringkas kajian terhadap efek tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
  • Kognitif, menciptakan atau menghilangkan ambiguitas, pembentukan sikap, agenda-setting, perluasan sistem keyakinan masyarakat, penegasan/ penjelasan nilai-nilai.
  • Afektif, menciptakan ketakutan atau kecemasan, dan meningkatkan atau menurunkan dukungan moral.
  • Behavioral, mengaktifkan atau menggerakkan atau meredakan, pembentukan isu tertentu atau penyelesaiannya, menjangkau atau menyediakan strategi untuk suatu aktivitas serta menyebabkan perilaku dermawan






2.3   Information Gaps


            Teori kesenjangan informasi (information gap) banyak memotivasi pelaku media massa untuk menyajikan informasi dan memperjuangkannya sebagai tindakan pembangunan.
Di Indonesia, para praktisi media misalnya menjadikan pemerataan informasi sebagai alasan pendirian institusi media, demikian juga halnya dengan kebebasan pers juga dinisbahkan pada hipotesis kesenjangan informasi. Sejak tahun 1970-an Tichenor, Donohue dan Olien, mengumumkan hasil surveynya pada 1965.
Dalam hasil surveynya bahwa orang yang memiliki status sosio-ekonomi lebih tinggi akan lebih cepat mendapat informasi dari pada yang berstatus rendah, maka gap pengetahuan antara keduanya akan semakin meningkat bukan menurun, segments of the population with higher socioeconomic status tend to acquire information at a faster rate than the lower status segments so that the gap in knowledge between these segments tends to increase rather than decrease.
Hipotesis kemudian memimpin pola pembangunan dunia dengan mengemukakan isu K-gap (knowledege gap) yang melatarbelakangi usaha pembangunan berbagai Negara.





2.4  Uses And Effect


Konsep use(penggunaan) merupakan bagian penting dan pokok dalam  pemikiran ini. Pengertahuan mengenai penggunaan media dan penyebabnya akan memberikan jalan bagi pemahaman dan perkiraan tentang hasil dari suatu proses komunikasi massa.
Pemikiran Uses And Effects
Kebutuhan hanya salah satu dari faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penggunaan media. Karakter inndividu, harapan dan persepsi terhadap media, dan tingkat akses kepada media, akan membawa individu kepada keputusan untuk menggunakan atau tidak menggunakan isi media massa. Hubungan Antara Pengguna Dan Hasilnya, Dengan Memperhitungkan Isi Media
Pada teori efek tradisional, karakteristik isi media menentukan sebagian sebagian besar dari hasil. Dalam hal ini, penggunaan media hanya dianggap sebagai faktor perantara, dan hasil dari proses tersebut dinamakan efek. Dan uses and gratification hanya akan dianggap berperan sebagai perantara, yang memperkuat atau melemahkan efek dari isi media.
.








2.5  Empat Teori Pers


                Pers adalah lembaga kemasyarakatan (social institution) yang merupakan subsistem dari sistem kemasyarakatan tempat ia beroperasi, bersama-sama dengan subsistem lainnya. Dengan demikian, maka pers tidak hidup secara mandiri, tetapi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya. Bersama-sama dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya itu, pers berada dalam keterikatan organisasi yang bernama Negara dengan pemerintah sebagai perencana dan pelaksana pencapaian tujuannya. Eksistensi pers dipengaruhi, bahkan ditentukan oleh falsafah dan system politik Negara dan pemerintah tempat per situ hidup. Fred S. Siebert, Theodore Peterson, dan Wilbur Scrhamm dalam bukunya Four Theories Of The Press menyatakan bahwa pers di dunia sekarang dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu :

1.        Authoritarian Press (pers otoriter)
      Teori otoriter adalah pers yang mendukung dan menjadi kepanjangan tangan kebijakan pemerintah yang sedang berkuasa dan melayani negara. Teori ini muncul setelah mesin cetak ditemukan dan menjadi dasar perkembangan pers komunis soviet. Dikenal sebagai sistem tertua yang lahir sekitar abad 15-16 pada masa pemerintahan absolut. saat itu , apa yang disebut kebenaran (truth) adalah milik beberapa gelintir penguasa saja. Karena itu fungsi pers adalah dari puncak turun kebawah.






2.      Libertarian Press (pers liberal)
            Sistem pers liberal (libertarian) berkembang pada abad ke 17-18 sebagai akibat munculnya revolusi industri, dan adanya tuntutan kebebasan pemikiran di negara barat yang disebut aufklarung (pencerahan). Teori ini berkembang sebagai dampak dari masa pencerahan dan teori umum tentang rasionalisasi serta hak-hak alamiah dan berusaha melawan pandangan yang otoriter. Esensi dasar sistem ini memandang manusia mempunyai hak asasi dan meyakini bahwa manusia akan bisa mengembangkan pemikirannya secara baik jika diberi kebebasan.

3.       Social Responsibility Press (pers tanggung jawab sosial)
            Muncul pada abad ke 20 sebagai protes terhadap kebebasan mutlak dari libertarian yang mengakibatkan kemerosotan moral masyarakat. Di abad ini, ada gagasan yang berkembang bahwa media satu-satunya yang dilindungi piagam hak asasi manusia, harus memenuhi tanggung jawab sosial. Teori tanggung jawab sosial, yang merupakan gagasan evolusi praktisi media, dan hasil kerja komisi kebebasan pers (Comission on Freedom of The Press), berpendapat bahwa selain bertujuan untuk memberikan informasi, mengibur, mencari untung (seperti hal teori liberal), juga bertujuan untuk membawa konflik ke dalam arena diskusi.
            Teori tanggung jawab sosial mengatakan bahwa, setiap orang yang memiliki suatu yang penting untuk dikemukakan harus diberikan hak dalam forum, dan jika media tidak dianggap memenuhi kewajibannya, maka ada pihak yang harus memaksanya. Dasar pemikiran sistem ini adalah sebebas-bebasnya pers harus bisa bertanggung jawab kepada masyarakat tentang apa yang diaktualisasikan.

4.      Soviet Communist Press (pers komunis Soviet)
Teori pers komunis social baru tumbuh dua tahun setelah revolusi oktober 1917 di Rusia dan berakar pada teori pers authoritarian. Berkembang karena munculnya Negara Uni Soviet yang berpaham komunis pada awal abad ke-20. Sistem ini dipengaruhi oleh pemikiran Karl Marx tentang perubahan sosial yang diawali oleh Dialektika Hegel (mengatakan bahwa tak ada bidang-bidang realitas maupun bidang-bidang pengetahuan yang terisolasi/berdiri sendiri; semua saling terkait dalam satu gerak penyangkalan dan pembenaran. Sesuatu itu hanya benar apabila dilihat dengan seluruh hubungan).
 Pers dalam sistem ini merupakan alat pemerintah atau partai dan menjadi bagian integral negara. Pers menjadi alat atau organ partai yang berkuasa (partai komunis Uni Soviet/PKUS). Dengan demikian, segala sesuatu ditentukan oleh negara (partai). Kritik diijinkan sejauh tidak bertentangan dengan ideologi partai. Media massa melakukan yang terbaik untuk partai yang ditentukan oleh pemimpin PKUS. Bagi Lenin (penguasa Soviet pada waktu itu) pers harus melayani kepentingan kelas dominan dalam masyarakat, yakni proletar. Pers harus menjadi collective propagandist,  collective agitator, collective organizer. Adapun kaum proletar diwakili oleh partai komunis.








2.6  Teori Komunikasi Dua Tahap

                  
 Lazarsfeld mengajukan gagasan mengenai ‘komunikasi dua tahap’ (two step flow) dan kosep ‘pemuka pendapat’.  Sendjaja (2002:5.16), teori komunikasi dua tahap dan konsep pemuka pendapat memiliki asumsi-asumsi sebagai berikut:
a.       Individu tidak terisolasi dari kehidupan sosial, tetapi merupakan anggota dari kelompok-kelompok sosial dalam berinteraksi dengan orang lain.
b.      Respons dan reaksi terhadap pesan dari media tidak terjadi secara langsung dan segera, tetapi melalui perantaraan dan dipengaruhi oleh hubungan-hubungan sosial tersebut.
c.       Ada dua proses yang berlangsung, yang pertama mengenai penerimaan dan perhatian, dan yang kedua berkaitan dengan respons dalam bentuk persetujuan atau penolakan terhadap upaya mempengaruhi atau penyampaian informasi.
d.      Individu tidak bersikap sama terhadap pesan media.
e.       Indiviu-individu yang berperan lebih aktif (pemuka pendapat) ditandai oleh penggunaan media massa yang lebih besar tingkat pergaulan yang lebih tinggi.

2.7  Penerapan Apps Cyber


                Variasi “E  Selain mengubah hidup manusia dalam hidup nyata dan merekontruksinya di dalam dunia baru yaitu dunia maya. Kemampuan teknologi internet membangun fasilitas maya lainnya yang semua itu ada dan dibutuhkan dalam realitas kantor dalam dunia maya, seperti e-conference, e-mail, e-fax, e-file, yang dapat mengontrol aktivitas bawahannya tanpa harus bertemu secara nyata dan bertukar informasi. Lalu ada e-goverment yaitu sebuah konsep yang lebih luas dari e-office. Melakukan interaksi dalam dunia maya secara virtual , mengembangkan perintah dan kontrol yang efektif, aktivitas kenegaraan dapat dibangun dalam dunia maya dengan sangat efisien dan efektif.

Internet – yang menghadirkan cyberspace dengan realitas virtualnya – menawarkan kepada manusia berbagai harapan dan kemudahan.  Akan tetapi di balik itu, timbul persoalan berupa kejahatan yang dinamakan cyber crime, baik sistem jaringan komputernya itu sendiri yang menjadi sasaran maupun komputer itu sendiri yang menjadi sarana untuk melakukan kejahatan.  Tentunya jika kita melihat bahwa informasi itu sendiri telah menjadi komoditi maka upaya untuk melindungi aset tersebut sangat diperlukan.  Salah satu upaya perlindungan adalah melalui hukum pidana, baik dengan bersaranakan penal maupun non penal. Dari sekian banyak aktivitas yang ada dalam cyberspace, yang paling mendapat perhatian adalah perbuatan yang dilakukan oleh para cracker. Gejala cracker dalam tahun-tahun terakhir memang mencemaskan karena mereka telah menggunakan keahliannya untuk melakukan kejahatan. Perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh para cracker tersebut yang dinamakan sebagai cybercrime. Kriminalitas di internet atau cybercrime pada dasarnya adalah suatu tindak pidana yang berkaitan dengan cyberspace. Baik yang menyerang fasilitas umum ataupun kepemilikan pribadi di cyberspace.

Cyber Law adalah aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai online dan memasuki dunia cyber ataumaya. Cyber Law sendiri merupakan istilah yang berasal dari Cyberspace Law.                                Istilah hukum cyber diartikan sebagai padanan kata dari Cyber Law, yang saat ini secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan TI. Istilah lain yang juga digunakan adalah Hukum TI (Law of Information Teknologi), Hukum Dunia Maya (Virtual World Law) dan Hukum Mayantara.
Secara akademis, terminologi ”cyber law” belum menjadi terminologi yang umum. Terminologi lain untuk tujuan yang sama seperti The law of the Internet, Law and the Information Superhighway, Information Technology Law, The Law of Information, dll.                                                                          Di Indonesia sendiri tampaknya belum ada satu istilah yang disepakati. Dimana istilah yang dimaksudkan sebagai terjemahan dari ”cyber law”, misalnya, Hukum Sistem Informasi, Hukum Informasi, dan Hukum Telematika (Telekomunikasi dan Informatika)                                                              Secara yuridis, cyber law tidak sama lagi dengan ukuran dan kualifikasi hukum tradisional. Kegiatan cyber meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang nyata. Kegiatan cyber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata.




Budaya massa adalah suatu budaya yang terus menerus direproduksi dan dikonsumsi oleh suatu kelompok yang mempunyai akibat secara menyeluruh. Munculnya budaya tersebut sebagai akibat dari massifikasi industrialisasi dan komersialisasi yang berorientasi pada keuntungan yang sebesar-besarnya. Budaya massa juga diartikan sebagai perilaku konsumerisme. Konsumerisme merupakan kesenangan universal yang bersifat sementara yang mengacu pada produk budaya seperti trend dan mode yang sedang diminati pasar. Dalam pembentukan budaya massa, komunikasi massa memiliki peranan yang penting dan efektif untuk mempengaruhi perilaku dan homogenitas budaya di dalam masyarakat. Komunikasi massa tersebut dijadikan sebagai tempat pemasaran dan sasaran iklan . tidak hanya itu, produk budaya semakin dipoles dan direkontruksi sesuai dengan selera dan citra rasa agar memunculkan minat masyarakat terhadapnya.                                                                    Televisi, dibandingkan dengan media yang lain seperti radio maupun surat kabar, televisi menjadi media massa yang paling diminati. Dengan televisi, masyarakat lebih mudah untuk mengakses informasi nasional maupun Internasional, hiburan, hot issue dalam format audio visual. Berbagai program yang ditayangkan telah berhasil menarik minat masyarakat terhadap konsumsi televise. Tetapi kemudahan-kemudahan tersebut membuat masyarakat terlena untuk menyaring program-program yang ada, sehingga manfaat yang diberikan oleh program-program tersebut tidak terlihat. Masyarakat lebih tertarik untuk menikmatinya. Misalnya saja program tayangan reality show yang kini semakin menjamur. Reality show yang sebenarnya tidak layak dan kurang menunjukkan kesopanan justru mendapat rating tinggi di mata masyarakat

2.9  Budaya Populer

Budaya populer merupakan cermin dari budaya tradisional yang dihadirkan kembali oleh masyarakat dengan cara yang berbeda di era modern saat ini. Budaya populer ada kaitannya dengan  budaya massa yang memiliki banyak pendukung yang sifatnya temporer. Seperti yang kita ketahui jika dalam budaya tradisional, terdapat suatu budaya yang hanya dapat dimiliki oleh kalangan tertentu saja, sehingga kalangan yang lain tidak mendapat kesempatan untuk menikmatinya, kali ini budaya populer justru memberikan kesempatan kepada seluruh elemen masyarakat untuk dapat menikmati dan menyaksikan budaya tersebut

BAB III

PENUTUP

3.1  Kesimpulan


Dapat diterangkan bahwa proses komunikasi mempengaruhi komunikan dalam hal ini khalayak melalui televisi. Dengan demikian televisi sebagai salah satu media massa membawa pengaruh yang mengakibatkan perubahan terhadap sikap dan perilaku khalayak
Dengan demikian seseorang dapat menjelaskan suatu kaitan erat antara pesan-pesan media dan reaksi. Seperti yang telah dijelaskan diatas Teori Difusi Inovasi pada dasarnya menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari sistem social.

3.2  Saran


Untuk para pembaca semoga dengan penjelasan yang ada dalam makalah Semoga para pembaca mengetahui Teori efek komunikasi massa, dengan harapan semoga dengan adanya Cyber Law dan apa yang ditimbulkan akibat efek komunikasi massa terhadap kita atau masyarakat tidak akan menjerumuskan kita ke dalam Cyber Crime.

 




DAFTAR PUSTAKA



Rogers, Everett M., 1983, Diffusion of Innovations. London: The Free Press.
Fisher, B. Aubrey, 1986, Teori-teori Komunikasi. Penyunting: Jalaluddin Rakhmat, Penerjemah: Soejono Trimo. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nuruddin. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2007
Rohim, Syaiful. Teori Komunikasi Perspektif, Ragam, dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta. 2009

0 Response to "-TEORY EFEK KOMUNIKASI MASSA- -TEORY PERS- -CYBER CRIME & CYBER LAW"

Posting Komentar