BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Seperti kita
ketahui, komunikasi manusia tidak hanya
menggunakan simbol-simbol verbal melainkan juga simbol-simbol nonverbal. Begitu
juga halnya dalam komunikasi antarpribadi, kita tidak hanya menyampaikan pesan
secara verbal, tetapi juga secara nonverbal. Pesan-pesan nonverbal tersebut
bukan hanya memperkuat pesan verbal yang disampaikan, terkadang malah
menyampaikan pesan tersendiri. Oleh karena itu, diperlukan keterampilan untuk
menafsirkan dan memahami pesan-pesan nonverbal tersebut.
Sama halnya
dengan bahasa verbal, pesan-pesan nonverbal pun terikat pada lingkungan budaya
tempat komunikasi berlangsung. Oleh sebab itu, dalam komunikasi antarpribadi
yang banyak menggunakan pesan-pesan nonverbal, diperlukan juga pemahaman atas
lingkungan budaya tempat kita berkomunikasi. Tanpa memiliki pengetahuan dan
pemahaman yang memadai ada kemungkinan komunikasi nonverbal disalah artikan
atau disalah tafsirkan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengetahui
pengertian, fungsi dan jenis-jenis komunikasi nonverbal yang biasa kita pergunakan
dalam kegiatan komunikasi kita sehari-hari.
Komunikasi
nonverbal ini pun sangat penting dipahami karena banyak dipergunakan dalam
menampilkan atau menjaga citra seseorang. Dalam kampanye pemilihan presiden
misalnya, seorang kandidat presiden harus menampilkan diri dengan sosok
tertentu sebagai pesan nonverbal yang akan disampaikan pada calon pemilihnya.
Dengan komunikasi nonverbal pulalah seorang guru menjelaskan materi pelajaran
pada para siswanya selain menggunakan komunikasi verbal. Oleh karena komunikasi
nonverbal pulalah, sinetron yang kita saksikan bisa lebih kita pahami
maksudnya.
1.2.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian diatas dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana penjelasan mengenai fungsi
komunikasi nonverbal?
2. Bagaimana penjelasan tentang
klasifikasi pesan nonverbal?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. FUNGSI KOMUNIKASI NONVERBAL
Istilah nonverbal biasanya digunakan
untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi di luar kata-kata terucap dan
tertulis. Pada saat yang sama kita harus menyadari bahwa banyak peristiwa dan
perilaku nonverbal ini di tafsirkan melalui symbol-simbol verbal. Dalam
pengertian ini, peristiwa dan perilaku nonverbal itu tidak sungguh-sungguh
bersifat nonverbal.
Dilihat dari fungsinya, perilaku nonverbal mempunyai
beberapa fungsi. Paul Ekman menjelaskan 5 fungsi pesan nonverbal, seperti yang
dapat dilukiskan dengan perilaku mata, yakni ebagai berikut:
·
Emblem. Gerakan mata tertentu merupakan
symbol yang memiliki kesetaraan dengan symbol verbal.
·
Illustrator.
Pandangan kebawah dapat menunjukan depresi atau kesedihan
·
Regulator. Kontak mata berarti saluran
percakapan terbuka. Memalingkan muka menandakan ketidaksediaan berkomunikasi
·
Penyesuaian. Kedipan mata yang cepat meningkat
ketika orang berada dalam tekanan. Itu merupakan respon tidak disadari yang
merupakan upaya tubuh untuk mengurangi kecemasan.
·
Affect Display. Pembesaran manik-mata (pupil dilation) menunjukan peningkatan
emosi. Isyrat wajah lainnya menunjukan perasaan takut, terkejut, atau senang.
Lebih
jauh lagi, dalam hubungannya dengan perilaku verbal, perilaku nonverbal
mempunyai
fungsi-fungsi sebagai berikut:
Ø Perilaku
nonverbal dapat mengurangi perilaku verbal, misalnya anda menganggukan kepala
saat anda mengataka “Ya” dan anda menggelengkan kepala anda ketika mengatakan
“Tidak”.
Ø Memperteguh,
menekankan atau melengkapi perlaku verbal. Misalnya anda melambakan tangan
seraya mengucapakan “selamat jalan”, “sampai jumpa lagi”, atau “bye-bye”.
Ø Perilaku
nonverbal dapat menggantikan perilaku verbal, jadi berdiri sendiri, misalnya
anda menggoyangkan tangan anda dengan telapak tangan mengarah kedepan (sebagai
pengganti kata “tidak”) ketika seorang pengamen mendatangi mobil anda.
Ø Perilaku
nonverbal dapat meregulasi perilaku verbal. Misalnya anda sebagai mahasiswa
mengenakan jaket, atau membereskan buku-buku, atau melihat jam tangan menjelang
kuliah berakhir, sehingga dosen segara menutup kuliahnya.
Ø Perilaku
noverbal dapat membantah atau bertentangan dengan perilaku verbal. Misalnya,
seorang suami mengtakan “bagus!” ketika dimintai komentar pleh istrinya
mengenai gaun yang dibelinya, seraya terus membaca surat kabar atau menonton
televisi.
Jurgen Ruesch mengklasifikasikan
isyarat nonverbal menjadi tiga bagian. Pertama,
bahasa tanda (sign language) seperti
acungan jempol untung menunpang mobil secara gratis; bahasa isyarat tuna rungu;
kedua, bahasa tindakan (action language) semua gerakan tubuh yang tidak digunakan secara eksklusif untuk
memberikan sinyal, misalnya, berjalan; dan ketiga,
bahsa objek (object language)
pertunjukan benda, pakaian, dan lambing nonverbal bersifat public lainnya
seprti ukuran ruangan, bendera, gambar(lukisan), music (misalnya marching band), dan sebgainya, baik
secara sengaja ataupun tidak.
Secara garis besar Larry A. Samovar
dan Richard E. Porter membagi pesan-pesan nonverbal menjadi dua kategori besar,
yakni: pertama, perilaku yang terdiri
dari penampilan dan pakaian, gerakan dan postur tubuh, ekspresi wajah, kontak
mata, sentuhan, bau-bauan, dan parabahasa; kedua,
ruang, waktu, dan diam. Klasifikasi Samovar dan Porter ini sejajar dengan
klasifikasi Jhon R. Wenburg dan William W. Wilmot, yakni isyrat-isyarat
nonverbal perilaku (behavioral) dan
isyarat-isyarat nonverbal bersifat public seperti ukuran ruangan dan
factor-faktor situasional lainnya.
Meskipun tidak menggunakan
pengkategorian di atas, kita aka membahas berbagai jenis pesan nonverbalyang
kita anggap penting, mulai dari pesan nonverbal yang bersifat perilaku hingga
pesan nonverbal yang terdapat dalam lingkungan kita.
2.3. BAHASA TUBUH
Bahasa tubuh adalah kinesika (kinesics), suatu istilah yang diciptakan
seorang perintis study bahasa nonverbal, Ray L. Birdwhistell. Setiap anggota
tubuh seperti wajah (termasuk senyuman dan pandangan mata), tanga, kepala,
kaki, dan bahkan tubuh secara keseluruhan dapat digunakan sebagai isyarat
simbolik. Karena kita hidup, semua anggota badan kita senantiasa bergerak.
Lebih dari dua abad yang lalu Blaise Pascal menulis bahwa tabiat kita adalah
bergerak; istirahat sempurna adalah kematia.
Isyarat Tangan
Isyarat tangan atau “berbicara
dengan tangan” termasuk apa yang disebut emblem, yang dipelajari, yang punya
makna dalm satu budaya atau subkultur. Meskipun isyaraat tangan yang digunakan
sama maknanya bole jadi berbeda, namu maksudnya sama. Penggunaan isyarat tangan
dan maknanya jelas berlainan dari budaya kebudaya. Misalnya, cara memanggil
orang dengan menggunakan isyarat tangan, di Amerika seperti Belanda, orang
memanggil orang lain (“ke sini!”) untuk mendekat dengan satu jari atau semua
jari dengan telapak menghadap keatas, sementara tangannya bergerak kearah
pemanggil. Lalu menggerakan telunjuk untuk memanggil seseorang di Amerika
Serikat mirip dengan cara memanggil hewan dibeberapa Negara Asia, dan Afrika.
Di Ethiopia, menunjuk dan memanggil “ke sini” dengan satu jari di anggap
menghina dan hanya digunakan terhadap anak-anak dan anjing.
Gerakan Kepala
Di
beberapa Negara, anggukan kepala malah berarti “tidak”. Seperti di Bulgaria,
sementara isyarat utnuk “ya” di Negara itu adalah menggelengkan kepala. Orang
inggris, seperti orang Indonesia, menggangukan kepalauntuk menyatakan bahwa
mereka mendengar, dan tidak berarti menyetujui. Dibanyak Negara, irang yang
duduk sambil menegakkan kepala dihadapan orang yag berbicara berarti
memperhatikan si pembicara. Di Australia, pembicara angkan menyangka anda
kecapean atau mengantuk bila anda emejamkan mata anda. Akan tetapi, orang
jepang yang tampak tertidur dan kepala menunduk ketika pembisnis asing sedang
melakukan presentasi, sebenanya sedang menyimak presentasi tersebut dengan
sungguh-sungguh.
Postur Tubuh dan Posisi kaki
Postur tubuh sering bersifat simbolik.
Beberapa postur tubuh tertentu diasosiasikan dengan status soisal dan agama
tertentu. Postur tubuh memang mempengaruhi citra diri. Beberapa penelitian
dilakukan untuk mengetahui hubungan antara fisik dan karakter atau temperamen.
Klasifikas bentuk tubuh yang dlakukan Wiliam Sheldon misalnya menunjuka
hubungan antara bentuk tubuh dan temperamen. Ia menghuungkan tubuh yang gemuk (endomorph) dengan sifat malas dan
tenang; tubuh yang atletik (mesomorph)
dengan sifat asertif dan kepercayaan-diri; dan tubuh yang kurus (ectomorph) dengan sifat introvert yang
lebih menyenangi aktivitas mental dari pada aktivitas fisik.
Status seseorang tampakya
mempengaruhi postur tubuhnya ketika ia berkomunikasi dengan orang lain. Orang
yang berstatus tinggi umumnya mengatur postur tubuhnya secara lebih leluasa
dari pada orang berstatus rendah. Di banyak Negara Asia, khususnya di Jepang
dan Indonesia, orang yang embukan badannya lebih rendah ketika berjbat tangan
dengan orang lain menunjuka statusnya yang lebih rendah pula, suatu perilaku
yang dianggap tidak demokratis, berlebihan, da menjengkelkan oleh orang
Amerika. Status seseorang juga dapat terlihat lewat cara ia meletakan tangan
ketika berdiri dan berbicara dengan orang lain. Di Negara kita, orang yang
berbicara dengan merapakan kedua tangannya (telapak tangan menghadap kedalam)
dan meletakannya didepan selangkangannya hampir bias dipastikan adalah orang
yang jabatannya lebih rendah dari pada orang yang berdiri dengan meletakan
kedua tangannya disamping atau dibelakang punggungnya. Perhatikanlah situasi
semacam ini ketika para pejabat Negara berkumpul di istana, sehabis pelantikan
pejabat tinggi misalnya.
Oleh Karena posisi pria dianggap
leih tinggi daripada posisi wanita, tidak mengherankan bahwa pria lebih leluasa
mengatur postur tubuhnya dari pada wanita. Pria dapat duduk bebas diruangan
kantorna, misalnya menyandarkan badannya sepenuhnya kesandaran kursi, berilang
kaki atau meletakan kedua kakinya diatas meja, dan sekaligus menaruh kedua
tangannya dibelakang kepala. Apa reaksi kita atas wanita yang berperilaku
demikian???
Ekspresi Wajah
Perilaku nonverbal yang paling banyak
“berbicara” adalah ekspresi wajah, khususnya pandangan mata, meskipun mulut
tidak berkata-kata. Okulesika (Oculesics) merujuk pada study tentang penggunaan
kontak mata (termasuk reaksi manik mata) daam berkomunikasi. Menurut Albert
Mehrabian, andil wajah dalam pengaruhi pesan adalah 55%, sementara vocal 30%,
dan verbal hanya 7%.
Kontak mata memiliki dua fungsi
dalamkomunikasi antarpribadi. Pertama, fungsi
pengatur, untuk memberitahu orang lain apakah anda akan melakukan hubungan
dengan orang itu atau menghindarinya. Kedua,
fungsi ekspresif, memberitahu orang lain bagaimana perasaan anda
terhadapanya. Pria menggunakan lebih banyak kontak mata dengan orang yang
mereka sukai, meskipun menurut penelitian, perilaku ini kurang ajeg dikalangan
wanita.
Pentingnya pandangan mata sebagai pesan
nonverbal terlukis dalam kalimat atau frase yang terdapat dalam banyak lagu:
“Sepasag Mata Bola,” “Dari Mata Turun ke Hati,” “Your eyes said more to that night than your lips would ever say,”
dan sebagainya. Juga dalam berbagia ungkapan sehari-hari: mata yang cerdas, mata yang mempesona, mata yang sayu, mata yang sedih,
ata yang tajam, mata yang liar, mata yang penuh curiga, mata yang licik, mata
yang genit, mata yang sensual,mata keranjang (mata yang nakal), mata
duitan,mata iblis, dn sebagainya.
Ekspresi wajah merupakan perilaku nonverbal
utama yng mengekspresikan keadaan emosional seseorang. Sebgaian pakar mengakui,
terdapat beberapa keadaan emosional yang dikomunikasikan oleh ekspresi wajah
yang tampaknya diahami secara universal: kebahagiaan,
kesedihan, ketakutan, keterkejutan, kemarahan, kejijikan, dan minat. Ekspresi-ekspresi wajah tersebut
dianggap “murni” sedangkan keadaan emosional lainnya (misalnya malu, rasa
berdosa, bingugn, puas) dianggap “campuran” yang umunya lebih bergantung pada
interpretasi.
Secara umum dapat dikatakan bahwa makna
ekspresi wajah dan pandangan mata tidaklah universal, melainka sangat dipengaruhi
oleh budaya. Lelaki dan perempuan punya cara berbeda dalam hal ini perempuan
cenderung lebih banyak senyum daripada lelaki tetapi senyuman mereka sulit
ditafsirkan. Senyuman lelaki umumnya
berarti perasaan posiif, sedangkan senyuma perempuan mungkin merupakan respons
terhadap afiliasi atau kemarahan. Perempuan juga cenderung lebih lama
melalkukan kontak mata dari pada lelaki terlepas dari apakah mitra
komunikasinya perempuan atau lelaki. Dalam suau budaya pun terdapat
kelompok-kelompok yang menggunaka ekspresi wajah secara berbeda dengan budaya
dominan.
2.4. SENTUHAN
Study tentang sentuh menyentuh disebut
haptika (haptics). Sentuhan, seperti foto, adalah perilaku nonverbal yang
multimakna, dapat menggantikan seribu kata. Kenyataan sentuhan ini bisa
merupakan tamparan, pukulan, cubitan, senggolan, tepukan, belaian, pelukan,
pegangan (jabatan tangan), raban, hingga sentuhan lembut sekilas. Sentuhan
kategori terakhirlah yang sering diasosiasikan dengan sentuhan. Konon, menurut
orang muda, seseorang dapat merasa seperti terkena strum ketika disentuh oleh
lawan jenisnya, yang disenanginya. “And
when I touch you I feel happy inside,” kata Jhon Lennon dan Paul McCartney.
Itu sebabnya islam mempunyai aturan ketat mengenai sentuh-menyentuh diantara
lelaki dan perempuan untuk menghindari konsekuensinya yang menjurus pada
perbuatan negative.
Menurut Heslin, terdpat lima kategor
sentuhan, yang merupakan suatu rentang dari yang sangat impersonal hingga yang
sangat personal. Kategori-kategori tersebut adalah sebagai berikut.
v Fungsional-profesional. Disini
sentuhan bersifat “dingin” dan berorientasi-bisnis, misalnya pelayanan toko
membantu pelangan memilih pakaian.
v Sosial-sopan. Perilaku
dalam situasi ini membangun dan memperteguh pengharapan, aturan dan praktik
sosial yang berlaku. Misalnya berjabatan tangan.
v Persahabatan-kehangatan. Kategori
ini meliputi setiap sentuha yang menandakan afeksi atau hubungan yang akrab,
misalnya dua orang yang saling merangkul setelah mereka lama berpisah.
v Cinta-keintiman. Kategori
ini merujuk pada sentuhan yang menyatakan keterikatan emosional atau
keterkaitan, misalnya mencium pipi orangtua dengan lembut,; orang yang
sepenuhnya memeluk orang lain; dua orang yang “bermain kaki” dibawah meja;
orang eskimo yang saling menggosokan hidung.
v Rangsangan seksual. kategori ini berkaitan erat
dengan kategori sebelumnya, hanya saja motifnya bersifat seksual. rangsangan
seksual tidak otomatis bermakna cinta atau keintiman.
Seperti makna pesan verbal, makna pesan
nonverbal, termasuk sentuhan, bukan hanya bergantung pada budaya, tetapi juga
pada konteks.
Bagi orang arab, menyentuh atau mengusap
jenggot orang lain adalah perilaku yang dianggap sopan dan menyenangkan.
Walhasil, makna sentuhan itu sangat kompleks.
Tak salah bila Judee Burgoon menyimpulkan bahwa sentuhan adalah perilaku
nonverbal yang paling provokatif, tetapi paling sedikit dipahami.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyana, Deddy. 2011, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya
0 Response to "Makalah Komunikasi Non Verbal"
Posting Komentar