Kontruksi Sosial Media Masa(Berger & Luckman), Realitas Sosial Media & Hyper-realitas



KATA PENGANTAR


Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT Yg Telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, serta senantiasa memberikan kesehatan kemampuan dan kekuatan kepada penulis untuk dapat menyelesainkan tugas ini.
Dalam menyelesaian tugas penulis berusaha semaksimal mungkin agar tulisan ini dapat mencapai kesempurnaan, namun sebagai hambah Allah SWT yang menyadari sepenuhnya atas segala kekurangan, kehilafan dan kesalahan. Olehnya itu, penulis menerima kritikan dan saran dari semua pihak dalam penyempurnaan tugas ini. Semoga apa yang terdapat dalam penulisan tugas ini dapat bermanfaat bagi pembaca utamanya bagi kami sendiri dalam pengembangan pengetahuan di masa yang akan datang dan segalanya bernilai ibadah disisi Allah SWT, Amin.


                                                                       
                                                           
   Gorontalo,  3 November  2016
                                                                              
                                        Penulis





DAFTAR ISI










BAB I

PENDAHULUAN


Manusia yang merupakan aktor kreatif dari realitas sosial, sangat berperan penuh dalam proses didalamnya. Tindakan manusia tidak sepenuhnya ditentukan norma-norma, kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai dan sebagainya, yang kesemuanya itu sebenarnya adalah tercakup dalam fakta sosial yaitu tindakan yang menggambarkan struktur dan pranata sosial.
Manusia dalam banyak hal memiliki kebebasan untuk bertindak diluar batas kontrol struktur dan pranata sosial dari mana individu itu berasal. Manusia juga secara aktif dan kreatif mengembangkan dirinya melalui respon-respon terhadap stimulus dalam dinia pengetahuan. Karena itu, dalam proses sosial, individu manusia dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas didalam dunia sosialnya. Namun, pada kenyataannya realitas sosial tidak berdiri sendiri tanpa kehadiran individu, baik di dalam maupun diluar realitas tersebut. Sehingga realitas sosial memiliki makna, manakala realitas sosial dikonstruksi dan dimaknakan secara subjektif oleh individu lain sehingga mamantapkan realitas itu secara objektif. Individu yang mengkontruksi relitas sosial, dan mengkontruksikannya dalam dunia realitas, dan memantapkan realitas tersebut berdasarkan subjektivitas individu lain dalam institusi sosialnya.
Dalam penjelasan ontologi paradigma konstruktifitas, realitas merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu. Namun demikian kebenaran suatu realitas sosial bersifat nisbis, yang berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial. Akhirnya, dalam pandangan paradigma defenisi sosial, realitas adalah hasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuatan konstruksi sosial terhadap dunia sosial disekelilingnya. Dunia sosial itu dimaksud sebagai yang disebut oleh George Simmel.





1.      Pengertian Konstruksi Sosial Media Massa ?
2.      Proses Munculnya Kontruksi Sosial Media Masa ?
3.      Apa kaitan antara Konstruksi Sosial Media Massa dan Filsafat ?
4.      Nilai-nilai apa yang muncul akibat acuan konstruksi sosial media massa?
5.      Apakah yang dimaksud dengan realitas sosial media ?
6.      Apakah yang dimaksud dengan Hyper-realitas ?


1.                   Dapat mengetahui pengrtian Konstruksi Sosial Media Massa
2.                  Mengetahui proses munculnya Konstruksi Sosial Media Massa dan apa akibatnya
3.                   Mengetahui kaitanya dengan filsafat
4.                  Untuk mengetahui pengertian dari realitas social media dan    hyper-realitas





BAB II

PEMBAHASAN


2.1  Kontruksi Sosial Media Masa

Kritik Terhadap Berger Dan Luckmann
Pada kenyataanya konstruksi sosial atas realitas berlangsung lamban, membutuhkan waktu lama, bersifat spasial, dan berlangsung secara hierarki-vertikal, diamana konstruksi sosial berlangsung dari pimpinan kepada bawahannya, pimpinan kepada massanya, kyai epada santrinya, guru kepada muridnya, orang tua kepada anak-anaknya, dan sebagainya.
Ketika masyarakat semakin modern, teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger dan Lukcmann ini memiliki kekurangan atau tak mampu menjawab perubahan zaman, karena  masyarakat transisi modern di Amerika telah ahbis dan berubah menjadi masyarakat moden dan postmodern, dengan demikian hubungan-hubungan sosial antara individu dengan kelompoknya, pimpinan dengan kelompoknya, orang tua dengan anggota keluarganya menjadi sekunder-rasional. Hubungan-hubungan sosial primer dan semi sekunder hampir tak ada lagi dalam kehidupan masyarakat modern dan postmodern. Dengan demikian, teori dan pendekatan kontruksi sosial atas realitas  Peter L. Berger dan Lukcmann menjadi tidak bermakna lagi. Susbtansi teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas dari Berger dan Luckmann adalah pada proses simultan yang terjadi secara alamiah melalui bahasa dalam kehidupan sehari-hari pada sebuah komunitas primer dan semi sekunder. Basis sosial teori dan pendekatan ini adalah transisi-modern di Amerika pada sekitar tahun 1960-an, dimana media massa belum menjadi sebuah fenomena yang menarik untuk dibicarakan. Dengan demikian Berger dan Luckmann tidak memasukan media massa sebagai variabel atau fenomena yang berpengaruh dalam konstruksi sosial atas realitas.
Teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger dan Luckman telah direvisi dengan melihat variabel atau fenomena media massa menjadi sangat substansi dalam proses eksternalisasi, subyektivasi, dan internalisasi inilah yang kemudian dikenal sebagai “konstruksi sosial media massa”. Substansi dari konstruksi sosial media massa ini adalah pada sirkulasi informasi yang cepat dan luas sehingga konstruksi sosial berlangsung dengan sangat cepat dan sebarannya merata. Realitas yang terkonstruksi itu juga membentuk opini massa, massa cenderung apriori dan opini massa cenderung sinis.


2.2  Proses Munculnya Kontruksi Sosial Media Masa

Melalui konstruksi Sosial media Massa; Realitas iklan dalam televisi Dalam Masyarakat Kapitalistik (2000), teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas   Peter L. Berger dan Lukcmann telah direvisi dengan melihat variabel atau fenomena media massa menjadi sangat substansi dalm proses eksternalisasi, subjektivitas, dan internalisasi. Substansi  teori konstruksi sosial media massa adala pada sirkulasi informasi yang cepat dan luas sehingga kontruksi sosial berlangsung dengan sangat cepat dan sebarannya merata.
Posisi konstruksi  sosial media massa adalah mengoreksi substansi kelemaan dan melengkapi  konstruksi sosial atas realitas dengan menempatkan seluruh kelebihan media massa dan efek media pada keunggulan konstruksi sosial media massa atas konstruksi sosial atas realitas. Dari konten kontruksi sosial media massa,  proses kelahiran konstruksi sosial  media massa melalui tahap-tahap sebagai berikut:




a.      Tahap Menyiapkan Materi Konstruksi
Menyiapkan materi konstruksi sosial media massa adalah tugas redaksi media massa, tugas itu didstribusikan pada desk editor yang ada disetiap media massa. Setiap media massa memiliki desk yang brbeda-beda sesuai dengan kebutuhan dan visi suatu media. Isu-isu penting setiap hari menjadi fokus media massa, terutama yang berhubungan dengn tiga hal, yaitu kedudukan, harta, dan perempuan.

Ada tiga hal penting dalam menyiapkan materi konstruksi sosial yaitu:
1.      Keberpihakan media massa kepada kapitalisme.
2.      Keberpihakan semu kepada masyarakat.
3.      Keberpihakan kepada kepentingan umum.
Jadi, dalam menyiapkan materi konstruksi, media massa cenderung menggunakan ketiga hal tersebut. Namun, kepentingan kapitalis menjadi sangat dominan mengingat media massa adalah mesin produksi kapitalis yang mau ataupun tidak harus menghasilkan keuntungan.

b.      Tahap Sebaran Konstruksi
Sebaran Konstruksi sosial media massa menggunakan model satu arah, dimana media menyodorkan informasi sementara konsumen media tidak memiliki pilihan lain kecuali pada media cetak. Sedangkan media elektronik khususnya radio, bisa dilakukan dua arah, walaupun agenda setting konstruksi masih didominasi oleh media.







c.       Pembentukan Konstruksi Realitas
·         Tahap pembentukan Konstruksi Realitas
Tahap berikut setelah sebaran konstruksi, dimana pemberitaan telah sampai pada pembaca dan pemirsanya, yaitu terjadi pembentukan konstruksi di masyarakat melalui tiga tahap  yaitu: konstruksi realitas pembenaran, kesediaan dikonstruksi oleh media massa, dan sebagai pilihan konsumtif.
·                     Pembentukan Konstruksi Citra.                                              Pembentukan konstruksi citra adalah bangunan yang diinginkan oleh tahap konstruksi. Dimana banguana konstruksi citra yang dibangun oleh media massa ini terbentuk dalam dua model, yaitu: model good news dan bad news. Model good news adalah sebua onstruksi yang cenderung mengkontruksi suatu pemberitaan sebagai pemberitaan yang baik. Pada model ini objek dikontruksikan memiliki citra yang baik, sehingga terkesan lebih baik dari sesungguhnya kebaikan yang ada pada objek itu sendiri. Sedangkan bad news. adalah sebuah konstruksi yang cenderung memberi citra buruk pada objek pemberitaan sehingga terkesan lebih jelek, lebih buruk, lebih jahat dari sesungguhnya sifat jeleknya, dan jahat yang ada pada objek pemberitaan itu sendiri.

d.      Tahap Konfirmasi
Konfirmasi merupakan tahap ketika media massa maupun pembaca dan pemirsa memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat dalam tahap pembentukan konstruksi. Alasan-alasan yang sering digunakan oleh konfirmasi ini adalah umpannya: Kehidupan modern menghendaki pribadi yang selalu berubah dan menjadi bagian dari produksi media massa, Kedekatan dengan medi massa adalah life style orang modern, dan media massa walaupun memiliki kemampuan mengkonrtuksi realitas media berdasarkan subjektivitas media.

2.3  Kaitan Antara Konstruksi Sosial Media Massa dan Filsafat

         Dalam aliran filsafat, gagasan konstruktivisme telah muncul sejak Socrates menemukan jiwa dalam tubuh manusia dan sejak Plato menemukan akal budi dan ide. Gagasan tersebut lebih konkrit lagi setelah Aristoteles mengenalkan istilah informasi, relasi, substansi, materi, esensi, dan sebagainya. Ia mengatakan, manusia adalah makhluk sosial, setiap pernyataan harus dibuktikan kebenarannya, bahwa kunci pengetahuan adalah logika dan dasar pengetahuan adalah fakta. Descartes kemudian memperkenalkan ucapannya “saya berfikir karena itu saya ada”. Kata-kata Descartes yang terkenal itu menjadi dasar yang kuat bagi perkembangan gagasan-gagasan konstruktivisme sampai saat ini.
Pada tahun 1710, Vico dalam “De Antiquissima Italorum Sapientia, mengungkapkan filsafatnya dengan berkata “Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan. Ia menjelaskan, “mengetahui”  berarti “ mengetahui bagaimana membuat sesuatu”. Hal ini berarti seseorang baru mengetahui sesuatu jika ia menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu. Menurut Vico, bahwa hanya Tuhan sajalah yang dapat mengerti alam raya ini karena Dia yang tahu bagaimana membuatnya dan dari apa Ia membuatnya. Sementara itu orang hanya dapat mengetahui sesuatu yang telah dikonstruksikannya
Gagasan konstruksi sosial telah dikoreksi oleh gagasan dekonstruksi yang melakukan interpretasi terhadap teks, wacana, dan pengetahuan masyarakat.
Jika konstruksi sosial adalah konsep kesadaran umum dan wacana publik, maka menurut Gramsci, negara melalui alat pemaksa, seperti birokrasi, administrasi, maupun militer ataupun melalui supremasi terhadap masyarakat dengan mendominasi kepemimpinan moral dan intelektual secara kontekstual. Kondisi dominasi ini kemudian berkembang menjadi hegemoni kesadaran individu pada setiap warga masyarakat.
Frans M. Parera (Berger dan Luckmann, 1990:xx) menjelaskan, tugas pokok sosiologi pengetahuan adalah menjelaskan dialektika antara diri dengan dunia sosiokultural.
Dialektika ini berlangsung dalam proses dengan tiga momen simultan yaitu
·         Eksternalisasi (penyesuaian diri) dengan dunia sosiokultural sebagai sebagai produk manusia.
·         Objektivasi yaitu interaksi sosial yang terjadi dalam dunia intersubjektif yang dikembangkan atau mengalami proses institusionalisasi.
·         Internalisasi, yaitu proses yang mana individu mengidentifikasikan dirinya dengan lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial tempat individu menjadi anggotanya.
Sosialisasi yang tidak sempurna itu berakibat terbentuknya konstruksi sosial baru di  masyarakat. Inilah proses eksternalisasi yang di kmaksud Berger dan Luckmann.


2.4  Sumber Acuan Konstruksi Sosial Media Massa


Umumnya nilai yang dikontruksi oleh media massa adalah nilai yang bersumber dari redaktur dan para desk media massa. Kalau dikatakan, bahwa media massa adalah replikasi dari masyarakat diseitarnya, maka artinya replikasi itu diwakilkan ole nilai –nilai dan norma-norma yang ada pada redaktur dan para  desk media massa tertentu.
Nilai-nilai  lain yang menjadi acuan konstruksi sosial adalah perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat. Sebagaimana disadari , bahwa perubahan sosial di masyarakat identik dengan gagasan kemodernan. Gagasan kemodernan itu indentik dengan kebaratan. hal ini brarti selam perubahan itu datangnya dari Barat, maka perubahan itu diterima karena dianggap modern. Gagasan tentang kemodernan itu identik pla dengan materi, karena itu nilai tentang baik buruk, berarti atau tidak berarti, pantas atau tidak pantas, semuanya diukur dengan materi dan itu bisa dipertukarkan dengan uang. Siapa saja yang ingin modern, maka haris menggunakan simbol-simbol materi kebendaan yang sesuai dengan nilai kebaratan. Untuk semua harus dibeli dengan uang. Acuan nilai yang bersumber dari perubahan sosial semacam ini kemudian menebar kemana-mana disegala kehidupan, termasuk media massa.

2.5  Realitas Sosial Media

Segala sesuatu pasti akan menghampiri masa transisi ( perubahan ), sedangkan yang tidak akan berubah adalah perubahan itu sendiri. itulah peribahasa klasik yang tetap relevan hingga masa dewasa saat ini. Tak terkecuali dengan disiplin sosiologi yang tetap meneruskan keeksistensiannya dalam pelbagai perubahan. Dan semua perubahan yang dialami oleh ilmu sosiologi itu sendiri, didasari oleh tuntutan zaman yang semakin menunjukan taringnya dalam menentukan integritas sebuah literatur sosial. Kecerdasan ideologi manusia modern saat ini pun yang menjadi motivasi primer dalam pengembangan kekompleksitasan institusi sosial.      Realitas adalah hasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuatan konstruksi sosial terhadap dunia sosial di sekelilingnya. George Simmel mengatakan bahwa realitas dunia sosial itu berdiri sendiri di luar individu, yang menurut kita realitas itu “ada” dalam diri sendiri dan hukum yang menguasainya. Sementara itu, Max Weber berpendapat bahwa realitas sosial sebagai perilaku sosial yang memiliki makna subjektif, karena itu perilaku memiliki tujuan dan motivasi.   Realitas sosial adalah penungkapan tabir menjadi suatu realitas yang tidak terduga oleh sosiolog dengan mengikuti aturan-aturan ilmiah dan melakukan pembuktian secara ilmiah dan objektif dengan pengendalian prasangka pribadi, dan pengamatan tabir secara jeli serta menghindari penilaian normatif.                                                                       Saat ini, berdasarkan realitas yang ada, sudah jelas bahwa kita berada pada gelombang ketiga, dimana kita hidup di zaman yang ditopang oleh kemajuan teknologi informasi yang memicu terjadinya ledakan informasi. Ledakan informasi yang terjadi membawa berubahan besar dalam kehidupan umat manusia. Kita  telah mengalami masa peralih dari masyarakat industri menjadi masyarakat informasi.                                                                                          Jacques Ellul (1980:1), menggambarkan realitas masyarakat adalah masyarakat dengan sistem teknologi, yang baik atau masyarakat teknologi, sedangkan menurut Goulet (1977:7), untuk mencapai masyarakat teknologi yang baik, maka suatu masyarakat harus memiliki sistem teknologi yang baik. Maka dari itu, fungsi teknologi adalah sebagai kunci utama perubahan di masyarakat. Dalam dunia pertelevisian, sistem teknologi telah menguasai jalan pikiran masyarakat. Televisi menguasai pikiran manusia dengan mengkonstruksi theater of mind (teater dalam pikiran manusia) melalui gambaran realitas pada iklan-iklan di televisi. Selain memiliki kemampuan untuk membangun theater of mind, media juga memiliki copywriter dan visualiser yang memiliki kemampuan untuk membangun realitas media tersebut. Dua pekerja tersebut membangun realitas berdasarkan apa yang diinginkannya tentang suatu produk atau jasa yang akan diiklankan. Padahal, seorang copywriter dan visualiser pun dipengaruhi oleh klien, budaya, pengetahuan umum, dan berbagai aspek lainnya. Baudrillard (Pilliang, 1998:228)

2.6  Hyper-realitas

Bisa dikatakan bahwa saat ini umat manusia telah sampai pada sebuah penjelajahan global, sebuah petualangan jagat alam raya maya yang melampaui realitas. Fenomena ini bisa disebut dengan hiperrealitas (hyperreality) atau sebuah realitas virtual (virtual reality). Masyarakat kita juga telah memasuki dunia baru itu. Bahkan dunia ketiga pun tidak lepas dari pengaruh perkembangan global tersebut. Karl K. Paper secara dramatis menyebutnya sebagai dunia yang serba mungkin, tidak terbatas, yang didalamnya mengandung sense of possibility tersembunyi.
Dalam dunia itu, apapun yang dapat dilakukan dan tidak dapat dilakukan pada dunia realitas sebelumnya bisa dilakukan, bahkan lebih dari itu. Lantas, seperti inikah yang dianggap sebagai realitas sesungguhnya? Ataukah, jangan-jangan manusia pada umumnya dikaburkan oleh realitas itu sendiri? Pada kenyataannya, realitas adalah sebuah konsep yang kompleks yang sarat dengan pertanyaan filosofis. Apakah yang semua kita lihat, suara atau bunyi yang kita dengar, rasa senang atau sedih yang kita rasakan, merupakan realitas sebenarnya Apalagi dengan adanya peralihan dari masyarakat industri menuju masyarakat post-industri telah begitu mempengaruhi bagaimana makna-makna dimuati di dalam obyek-obyek seni dan dikomunikasikan melalui media (massa). Misalnya, kemunculan gelombang post-modernisme menuntut, bahwa cara artikulasi makna-makna dan ideologi di dalam obyek-obyek seni harus ditinjau kembali.
Memeriksa dan berpendapat dunia kehidupan kontemporer adalah sebuah dunia yang di dalamnya hasrat manusia menguasai dunia, bahkan melawan kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan semakin memperlihatkan kemundurannya, untuk digantikan oleh hasrat manusia. Hasrat yang mengendalikan dunia dan mencetaknya melalui model-model operasionalnya, yaitu reproduksi

Ada sebuah konsep filosofis yang mengatakan bahwa yang kita lihat bukanlah realitas, melainkan representasi (sense datum) atau tanda (sign) dari realitas yang sesungguhnya yang tidak dapat kita tangkap. Yang dapat kita tangkap hanyalah tampilan (appearance) dari realitas dibaliknya. Pertanyaan filosofis tersebut memberikan gambaran yang sederhana mengenai realitas komunikasi dalam dunia hiperrealitas –konsep media hiperrealitas Jean Baudrilladr- atau yang lebih populer dengan sebutan postmodern.
Ia juga merupakan kritik terhadap dikotomi realitas virtual komunikasi media massa postmodern yang membias pada realitas komunikasi langsung (face-to-face comunication) yang dianggap Baudrillard sebagai komunikasi sesungguhnya (otentik). Sebab, sebuah kecenderungan kebudayaan yang terjadi dewasa ini telah mengalami penyebaran yang hampir tampak. Yakni, bertumbuh kembangnya kekaburan makna akan realitas. Disadari atau tdak, semakin banyak manusia menerima “salinan” sebagai sesuatu yang asli. Disengaja atau tidak, pengalaman manusia telah terdistorsi oleh representasi budaya populer, representasi realitas melalui media massa elektronik ataupun cetak yang dengan sendirinya menghegemoni segala sikap dan tindakan kita.
Kita merasa bergairah dan menyerahkan kepercayaan sepenuhnya kepada sang perantara (media massa) untuk mendefinisikan realitas dunia yang akan kita jalani. Fenomena perkembangan teknologi media tersebut memungkinkan peluang yang sangat terbuka bagi penciptaan trik-trik atau rekayasa image (citra) untuk menciptakan media realitas semu (realitas virtual atau hyperreality of media. Trik-trik yang diciptakan secara lihai dalam media memungkinkan masyarakat kontemporer, seperti dikatakan Paul Virilio dalam the Aesthetics of disapp earance, untuk “ menjadikan sesuatu yang supernatural, imaginer, bahkan yang tak masuk akal menjadi tempat.









BAB III

PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Melalui Konstruksi Sosial Media Massa, dalam Masyarakat Kapitalistik, teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger dan Lukcmann telah direvisi dengan melihat variabel atau fenomena media massa menjadi sangat substansi dalam proses eksternalisasi, subjectivasi, dan internalisasi. Dengan demikian sifat-sifat dan kelebihan media massa telah memperbaiki kelemahan proses konstruksi sosial atas realitas yang berjalan lambat itu..
Posisi konstruksi sosial media massa adalah mengkoreksi kelemahan dan melengkapi konstruksi sosial atas realitas, dengan menempatkan seluruh kelebihan media massa dan efek media pada keunggulan konstruksi sosial media massa atas konstruksi sosial relitas. Nilai perubahan sosial memiliki kaitan dengan kapitalisme terutama yang menekankan gaya hidup modern serta menempatkan nilai materi sebagai puncak nilai tertinggi. Nilai-nilai perubahan sosial juga memiliki kesamaan dengan nilai yang dijunjung tinggi oleh kapitalisme hiper-realitas. Melalui model simulasi, manusia dijebak didalam satu ruang, yang disadarinya sebagai nyata, meskipun sesungguhnya semu, maya, atau khyalan belaka.

3.2  Saran

Untuk para pembaca semoga dengan penjelasan yang ada dalam makalah kami para pembaca akhirnya mengetahui realitas yang terjadi akibat konstruksi sosial media massa, dengan harapan semoga realitas yang ditimbulkan akibat media massa tidak akan menjerumuskan kita ke dalam jurang khayalan dan dunia maya. Selain itu harapan saya adalah hindari penilaian yang bersifat materi untuk mengikuti gaya hidup modern


 

DAFTAR PUSTAKA


Bungin, Burhan. 2007. Konstruksi Sosial Media Massa. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Bungin, Burhan. 2007. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
http:  //scirewl.blogspot.co.id/2014/12/konstruksi-sosial-media-massa.html (diakses, Rabu 1 september 2016)


0 Response to "Kontruksi Sosial Media Masa(Berger & Luckman), Realitas Sosial Media & Hyper-realitas"

Posting Komentar